
SISTEM POLITIK DAN KEBIJAKAN KOMUNIKASI
Kehidupan politik mencakup berbagai macam kegiatan yang mempengaruhi kebijaksanaan dari pihak-pihak yang berwenang, yang mampu diterima oleh masyarakat (Easton, 128). Sistem politik merupakan sekumpulan pendapat dan prinsip yang dapat membentuk satu kesatuan. hal ini dibentuk untuk mengatur pemerintahan dan mempertahankan kekuasaan. Terdapat enam sistem politik yaitu otoritarian, demokrasi, liberal, monarki, teokrasi, dan komunis.
Jika dilihat dari perspektif ilmu komunikasi tentang kebijakan komunikasi, dapat disimpulkan bahwa:
Otoriter
Sistem otoriter adalah keinginan untuk mengatur masyarakat oleh negara melalui pemerintah, elit tertentu atau mereka yang dianggap percaya untuk itu. (masduki). Selain itu sistem otoriter merujuk pada ketertutupan, ideologi sebagai dogma, dan monopoli dalam elit politik. Dalam sistem ini pemerintah dirasa memiliki tingkat dominasi yang tinggi untuk mengatur masyarakatnya salah satu caranya yaitu dengan media penyiaran, media penyiaran pun menjadi sebuah alat pemerintah demi mengatur mayoritas masyarakat. Oleh karena itu izin dan kontrol sebuah media penyiaran berada langsung di tangan pemerintah. Karakteristik utama rezim otoriter adalah dimana kemampuannya dalam meningkatkan sebuah perekonomian tanpa memperhatikan kesejahteraan dan masyarakat tidak bisa ikut campur dalam melakukan pemberitaan, pemimpin yang berlatar belakang dari militer, kekuasaan pemimpin yang menjabat dalam jangka waktu yang panjang, partai politik hanya terdiri dari satu partai saja, kekuasaannya pun mencakup seluruh negara, dan penguasa yang tunggal. dilihat dari penjelasan yang ada, masyarakat yang berada dibawah sistem ini pun tidak bisa ikut campur dalam urusan politik di negaranya. Kebijakan komunikasi dalam sistem otoriter ini dimanfaatkan oleh pemerintah demi mempertahankan kekuasaan mereka melalui indoktrinasi, jaringan komunikasi yang di kontrol oleh pemerintah, dan komunikasinya searah, yaitu dari atas ke bawah. Sebagai contoh Korea Utara.
​
Kebijakan komunikasi yang ada sangat diatur oleh pemimpin yang berkuasa, mulai dari media penyiaran hingga media cetak. Dalam melakukan pemberitaan pemerintah pun ikut turun tangan demi menyaring kembali berita yang akan diberitakan. Berita yang dimuat pun tidak boleh berisikan mengenai berita-berita yang mengkritik pemerintahan yang berkuasa. Pers dan penyiaran adalah media yang sangat penting dikuasai dalam rezim otoriter ini. Terdapat tiga hal penting dalam menunjang alasan tersebut, pertama pers meningkatan imajinasi mereka akan kekuasaan, mereka berpendapat bahwa jika tidak dikuasai akan ada orang lain yang akan mengancam kedudukannya, kedua pers meningkatkan imajinasi dari masyarakat biasa bahwa apa yang mereka sampaikan sudah diwakilkan oleh pers, ketiga yaitu menjadikan pers sebagai wakil rakyat atau wakil orang kecil.
​
Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunanai yaitu Demokratia. Terbentuk dari Demos yang berbarti rakyat, dan kratos yang berbarti kekuatan dan kekuasaan. Jadi secara umum pengertian demokrasi adalah sistem pemerintahan yang kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Berkebalikan dengan sistem politik otoriter. Sistem politik demokrasi ini masyarakat dapat bebas dalam memberikan kritik ataupun masukan pada pusat pemerintahannya. Demokrasi ada karena di dalam sistem pemerintahan ini menyatukan ras, suku, dan agama untuk menjadi satu bangsa. Menurut G. Bingham Powell Jr. kriteria terwujudnya demokrasi yaitu, pemerintah merasa memiliki hasrat masyarakat, hal tersebut didasari karena pemimpin dipilih oleh rakyat secara langsung, setiap orang bebas mencalonkan dirinya sebagai calon yang untuk dipilih dalam memimpin pemerintahan, pemilihan calon pemimpin yang ada secara umum dan bebas, dan seluruh warga negara memiliki kebebasan dalam berbicara, pers, berkumpul, berorganisasi, serta membentuk parpol. dalam terciptanya negara demokrasi yang tertata presiden sebagai kepala negara bersama para menteri membuat yang namanya Undang-Undang (UU).
​
Di negara demokrasi, media penyiaran maupun pers diatur oleh hukum. Dalam demokratis media penyiaran memiliki tiga dimensi pokok yaitu, dimensi regulasi, dimensi oprasional dan realsional. Dimensi regulasi memiliki keterkaitan dengan perarturan perundang-undangan yang mengatur praktik media massa, kode bertindak, keterbukaan publik dan juga sikap pemerintah mengenai demokratisasi pers. Kemudian, terdapat dimensi operasional yang mencakup segala bentuk praktik media pemerintah ataupun swasta. Terakhir, terdapat dimensi relasional yang meliputi hubungan media dengan pemerintah dan khalayak. Tujuan adanya kebijakan komunikasi demokrasi adalah demi membangun kebebasan pers, karena nilai-nilai demokratis meyakini bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu elemen fundamental bagi tegaknya demokrasi, kemudian menjalankan dan menjamin arus yang bebas informasi yang berupa peristiwa, fakta, opini, gagasan, dan cita-cita. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ditujukkan kepada media penyiaran dan pers, demi mengawasi pemberitaan yang dibuat oleh media tersebut. kemerdekaan pers melalui media cetak, media audio dan visual dijamin dan dan tidak dikenankan penyenseoran. Undang-undang yang mengatur tentang pers di Indonesia semuanya diatur di dalam Undang-Undang 28 E (2dan 3), 28F, 28I (1) UUD 1945 amandemen kedua, pasal 23 (2), 24 (2) dan 44 UU No.39/1999 tentang HAM dan pasal 1 (1), 2 dan 4 (1 dan 2) UU No. 40/1999 tentang pers. Undang-udang yang mengatur kebijakan ini dibuat oleh dewan pemerintah di bantu dengan dewan pers.
​
Liberal
Sistem ini dianut oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan Australia. Sistem Liberalisme memandang bahwa kebebasan individu harus diutamakan dan tidak dapat dikorbankan untuk nilai-nilai yang lain seperti nilai ekonomi, sosial dan politik. Individu didalam sistem liberalisme ini dibebaskan untuk tetap berada ataupun menarik diri dari kelompok (Aida, 2015, h.95-97). Perspektif sistem liberal mengenai kebijakan komunikasi dapat dilihat dari sistem pers yang ada di negara-negara barat. Diyakini bahwa kebebasan pers di negara barat merupakan bagian dari kebebasan yang dimiliki oleh setiap individu.
​
Tujuan dari kebijakan komunikasi di negara liberalisme ialah membebaskan masyarakat untuk mengemukakan pendapat tanpa menghalangi dan juga untuk membebaskan pers menjadi media perantara antara pemerintah dengan masyarakat. Target sasaran dari tujuan kebijakan komunikasi pada negara Amerika Serikat tentu saja masyarakat. Aktor-aktor yang terlibat di dalam perumusan kebijakan komunikasi tentu saja pemerintah. Instrumen pengendalian pada kebijakan komunikasi yaitu peraturan dan pemerintah.
​
Monarki
Negara yang menganut sistem politik monarki akan dipimpin oleh raja atau kaisar. Sistem ini merupakan sistem politik tertua di dunia. Pemimpin di negara monarki ini akan menjabat selama hidupnya, berbeda dengan sistem politik yang lainnya. Negara-negara monarki seperti Jepang, Arab Saudi dan Thailand.
​
Tujuan dari kebijakan komunikasi pada sistem politik monarki ialah untuk kepentingan pemerintah, hal ini juga dapat dilihat bahwa dengan adanya sistem politik monarki ini kebebasan pers untuk mengkritik pemerintah dibatasi. Sifat pengaturan pada sistem politik monarki ini mengekang dan terlihat sama dengan sistem otoriter. Kebijakan komunikasi ini dibuat tentu saja untuk menyasar masyarakat. Aktor-aktor yang terlibat didalam pembuatan kebijakan komunikasi ini ialah jajaran pemerintah serta kerajaan. Terakhir, instrumen pengendalian kebijakan tentu saja hukum serta sifat dan sikap otoriter dari sang penguasa.
​
Teokrasi
Teokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani, theo yang berarti Tuhan dan cratein yang berarti pemerintahan. Secara sederhana Teokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan oleh Tuhan. Secara epistemologi, Teokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang dijalankan oleh seseorang maupun kelompok yang mengatasnamakan Tuhan (Kevin Phillips, 2006). Teokrasi sendiri muncul pertama kali pada abad pertengahan di daratan eropa oleh kaisar romawi bernama Augustinus. Negara-negara yang mengandung sistem teokrasi sendiri adalah Vatikan, Tibet, dan Iran. Dalam pembuatan hukum sendiri, harus berdasarkan atas ajaran-ajaran agama yang dijadikan dasar utama dalam pembentukan atau pembuatan hukum tersebut, karena kembali lagi kepada teokrasi sendiri dimana Tuhan dan ajaran-ajarannya menjadi prinsip utama dalam pengambilan keputusan.
​
Kebijakan Komunikasi yang terdapat dalam Teokrasi ditujukan untuk
masyarakat itu sendiri. Dalam pengambilan keputusan Kebijakan Komunikasi
biasanya ditentukan oleh kepala negara tersebut, juga disesuaikan melalui ajaran-
ajaran keagamaan yang dianut oleh negara yang mengandung sistem Teokrasi itu
sendiri. Jika melihat dari Negara Vatikan, bahwa pengambil keputusan terdapat
pada Paus, yang dimana keputusan-keputusan tersebut didasarkan pada ajaran
Katolik yang ditujukan kepada masyarakat. Keputusan-keputusan itu mencakup
hukum-hukum yang berada disana. Dalam proses membuat keputusan tersebut
yang menjadi aktor di baliknya adalah Paus yang juga dibantu oleh kardinal-
kardinal yang telah dipilih oleh Paus itu sendiri. Instrumen yang terdapat pada
sistem teokrasi adalah kepala negara serta agama yang menjadi acuan dalam
penentuan hukum, adat-istiadat serta peraturan.
​
Komunis
Sistem Komunis adalah sebuah paham dalam kepemilikan bersama atas
alat-alat produksi yang mencakup tanah, tenaga kerja dan modal. Bertujuan untuk
tercapainya masyarakat yang makmur, tak adanya kelas sosial dan kesamarataan
semua orang (Suroso, 2001). Dalam Ideologi Komunis sendiri tidak mempercayai
adanya Tuhan, serta penghapusan kaum kapitalis sehingga berkeinginan
membentuk masyarakat bersifat kolektif. Dalam negara yang menganut sistem
Komunis pun tidak adanya kepemilikan pribadi seperti tanah maupun yang
lainnya, tidak ada pembagian kelas sosial sehingga dapat dikatakan semua rakyat
yang berada di negara tersebut berada dalam derajat yang sama, sehingga itu yang
menyebabkan semua keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama.
​
Kebijakan Komunikasi yang terdapat dalam sistem politik komunis bertujuan untuk kepentingan pemerintah dan ditujukan untuk masyarakat itu sendiri. Dalam kebijakan komunikasi dalam negara yang mengandung sistem komunis dimana informasi dan segala jenis konten yang ditujukan untuk masyarakat telah diatur pemerintah sehingga menghindari kritikan terhadap pemerintah. Hal ini dikarenakan pers itu sendiri dimiliki oleh pemerintah. Beberapa aktor yang terdapat dari pembuatan kebijakan ini adalah presiden yang dibantu oleh pemerintah serta beberapa petinggi-petinggi elit dari partai. Instrumen yang dirasa ikut andil dalam pembentukan kebijakan meliputi hukum yang berlaku, pemerintah, dan juga keputusan dari penguasa negeri.
​
​