top of page

kebijakan, hukum, dan regulasi media baru

perlindungan data pribadi

Sejarah perlindungan privasi berawal dari orang-orang yang berusaha untuk melindungi tempat kediaman mereka (rumah) dan kemudian berlanjut pada keinginan untuk melindungi informasi dan komunikasi yang dilakukan secara surat-menyurat. Pada awalnya, pengaturan perlindungan hak atas privasi lebih banyak dikenal di negara-negara Eropa dan Amerika. Di Amerika, perlindungan hak katas privasi dimulai setelah Bill of Rights dari konstitusi Amerika Serikat disahkan.

​

Di Indonesia, sejarah perlindungan privasi berawal dari kehadiran Belanda dengan Keputusan Raja Belanda No 36 yang dikeluarkan pada 25 Juli 2893 menjadi peraturan tertua yang membahas tentang perlindungan privasi komunikasi di Indonesia.  Pengaturan perlindungan privasi mulai muncul di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sejak 15 Oktober 1915 melalui Koninklijik Besluit No 33 (Stbl.1915 No. 732). Dapat dikatakan bahwa pengaturan perlindungan hak atas privasi sudah cukup lama ada di Indonesia, tetapi perlindungan hak atas privasi baru menjadi perlindungan konstitusional setelah Amandemen Kedua UUD 1945 melalui Pasal 28 G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (4) sah. Namun, lemahnya perlindungan privasi warga negara masih terjadi dan hal tersebut juga diakui oleh pemerintah. Maka dari itu, pemerintah sendiri memiliki keinginan untuk mendorong perlindungan data pribadi dan menjadikannya ke dalam bentuk Undang-Undang.

​

Privasi

Secara konseptual nilai privasi dimaknai sebagai perlindungan kebebasan, kepribadian moral, dan kehidupan batin yang beragam dan kritis. Dalam konteks pemikiran politik, merujuk pada gagasan Aristotele, konsep privasi berangkat dari perbedaan antara konsep ‘publik’ dan ‘privat’. Pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan antara publik dan privat ini ditempuh sebagai upaya untuk membedakan antara wilayah politik dan dengan kehidupan domestik. Lebih jauh, gagasan aristoteles ini terimplementasi dengan adanya ‘polis’ dan ‘provinsi’ sebagai kursi pemerintah dan kegiatan politik, yang merupakan manifestasi dari ruang publik. Sedangkan kebalikannya dikenalkanlah ‘oikos’ sebagai manfistasi dari ruang privat, pribadi atau rumah tangga.

​

Di Indonesia, regulasi mengenai hak atas privasi pertama kai dimulai sejak KUHP yang disahkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Beberapa pengaturan privasi dalam KUHP diantaranya adalah dalam Pasal 167 ayat (1), Pasal 335 ayat (1), Pasal 431, dan Bab XXVII KUHP. Pengaturan-pengaturan ini dibuat dengan tujuan agar dapat menjamin warga negara dari serangan yang tidak sah atas privasi yang dimiliki oleh warga negara. Selain itu, terdapat pengaturan lain yang dapat memberikan perlindungan terhadap hak atas privasi, terkhususkan untuk di bidang komunikasi yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selanjutnya, dalam memberikan perlindungan atas hak privasi dari warga negara yang ada pada level konstitusi, terdapat dalam Pasal 28 G ayat (1).

​

Di Negara Indonesia sendiri, beberapa peraturan perundang-undangan yang memungkinkan aparat negara untuk melakukan praktik surveillance dan penyadapan terhadap warga negara. Tidak adanya kesatuan hukum yang mengatur mengenai hal tersebut telah menciptakan kerentanan dari tindakan peyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat negara. Tidak hanya oleh badan pemerintah, tetapi gangguan  privasi juga sangat rentan dilakukan antarindividu atau antar-badan privat, misalnya praktik penyadapan yang dilakukan terhadap individu oleh individu lainnya, atau tindakan penyadapan oleh korporasi terhadap korporasi lainnya yang menjadi saingan bisnisnya. Sedangkan praktik penyadapan yang dilakukan oleh badan pemerintah biasanya dilakukan untuk dua tujuan yaitu, penegakan hukum atau pelaksanaan fungsi intelijen dengan alasan keamanan nasional.

 

Buruknya perlindungan hukum terhadap hak atas privasi ini, diperburuk dengan kemungkinan massifnya praktik surveillance yang dilakukan oleh agensi intelijen pemerintah. Baru-baru ini militer Indonesia, melalui Badan Intelijen Strategis (BAIS) telah menjalin kontrak kerjasama dengan Gamma TSE, sebuah perusahaan keamanan yang berpusat di Inggris, yang menyediakan banyak perangkat pengamatan—surveillance. Kementerian Pertahanan menyebutkan, kerjasama sebesar 5,6 juta dollar AS dengan Gamma TSE ini mencakup pembelian peralatan komunikasi data yang dilengkapi dengan encryptor dan decryptor, peralatan surveillance yang dilengkapi dengan source code serta peralatan pengamanan komunikasi. Kerjasama ini juga mencakup paket pelatihan bagi personel yang mengoperasikannya, baik yang bertugas di dalam negeri maupun kantorkantor Atase Pertahanan Indonesia di luar negeri.

​

Hukum Perlindungan Data Pribadi di Indonesia

Hak privasi yang juga di dalamnya terdapat perlindungan data pribadi telah dirumuskan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “setiap orang berhak atas perlindungan atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Selain pasal tersebut, peraturan yang ada di Indonesia tentang jaminan perlindungan hak atas privasi warga negara adalah UU No. 39/1999 seperti Pasal 14 atar 2, Pasal 29 ayat 1, dan Pasal 31. Terdapat pula peraturan perundang-undangnya berlaku pada level atau sektor yang lebih khusus seperti telekomunikasi dan informatika, kependudukan dan kearsipan, keuangan, perbankan, dan perpajakan, perdagangan dan perindustrian, layanan kesehatan, dan keamanan dan penegakan hukum. Telekomunikasi dan Informatika di atur dalam UU No.36/1999 tentang Telekomunikasi yang memuat tentang hak atas privasi dalam kerahasiaan informasi dan komunikasi pribadi seseorang. Selain itu, terdapat pula UU No. 11/2008 yang mengatur tentang perlindungan data pribadi dalam sektor telekomunikasi dan PP No.82/2012 serta adanya Perkominfo No. 20/2016 tentang perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik dan Permenkominfo No. 21/2017 tentang perubahan kedua Perkominfo No. 12/2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi.

COntact us

Thanks for submitting!

  • Grey Twitter Icon
  • Grey Instagram Icon
  • Grey Facebook Icon

© 2023 by The New Frontier. Proudly created with Wix.com

bottom of page